Sunday, November 23, 2014

Puncak Pertamaku, Arjuna


            Juli 2009 adalah pertama kalinya aku menikmati dinginnya udara pada ketinggian diatas 3000 mdpl. Gunung Arjuna, Gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa ini memiliki ketinggian 3.339 mdpl. Perasaan senang sekaligus takut menghinggapi jiwaku, namun rasa takut sekejap hilang karena aku bersama-sama dengan teman sekaligus dulur-dulur dari berbagai kota yang dipertemukan di PLH SIKLUS ITS. Rasa lelah tentu saja sering menghantui jiwa maupun raga sehingga butuh fisik sekaligus mental yang kuat untuk dapat bertahan dan terus melangkah.

            Kami mendaki malam hari lewat jalur Tretes dan ngecamp di Kop-kopan sebelum esok paginya berangkat ke Pondokan. Perjalanan melewati Pet Bocor dimana di tempat tersebut terdapat pos dan pipa air minum. Sekitar pukul 20.00 WIB kita sampai di Kop-kopan. Di kop-kopan ini kita dapat menjumpai warung kecil yang menjual teh hangat dan mie, serta terdapat pula semacam tempat pembuangan air besar yang masih sangat tradisional. Beberapa tenda milik pendaki lain telah tersusun rata di tempat yang tidak begitu luas, dan kami mulai mencari tempat untuk memasang tenda. Betapa rasa dingin menusuk tubuh seketika karena aktifitas mendaki sementara dihentikan.

Pondokan penambang belerang

            Pertama kalinya aku merasa sangat kedinginan yaitu saat beberapa menit sampai di Pondokan. Ini pertama kalinya aku merasakan belaian angin gunung yang begitu brrr.... dingin. Di Pondokan ini banyak rumah-rumah kecil yang terbuat dari gubuk yang merupakan tempat tinggal penambang belerang. Pondokan ini merupakan persimpangan jalan menuju Puncak Arjuno dan Puncak Welirang.  Di daerah ini juga terdapat sumber air serta tempat untuk buang air.

            Di pondokan kami memasak soto ayam. Emang niat banget. Tetapi sayang disayang, soto ayamnya tumpah separo saat mau diangkat dari kompor.

            Malam harinya si Indi dan si Meita yang lebih berpengalaman naik gunung bercerita macam-macam mulai mistisnya gunung sampai pasar setan yang ada di jalanan menuju puncak Arjuno. Pasar setan yaitu semacam kampung setan yang mistis dan menjual berbagai macam barang dengan harga murah. Konon katanya hanya orang tertentu yang dapat melihatnya. Aku pun tak tahu apakah hal ini benar atau cuma mitos belaka.

            Sebelum tidur kami bersepakat esok hari berangkat pkl 04.00 WIB. Bayangan tentang pasar setan membuatku merinding. Aku jadi malas bangun tidur cepat-cepat. Aku berdo’a supaya besok gak jadi berangkat pkl 04.00 WIB melainkan berangkat bareng munculnya matahari. Biar enggak ketemu pasar setan, pikirku.

            Benar saja, kami berangkat pkl 07.00 WIB. Sebenarnya perjalanan dari pondokan ke puncak bisa ditempuh cukup dengan 4 jam. Tapi karena kebanyakan dari kami adalah pemula, kami baru sampai puncak pada pkl 14.00 WIB.

Lembah Kidang

            Selama perjalanan kami melewati Lembah Kidang yang merupakan padang rumput luas. Konon banyak terdapat kijang di lembah ini, namun kami tidak melihatnya. Selama perjalanan di Arjuno kami hanya melihat burung Anis dan ayam hutan.

            Di Lembah Kidang ini terdapat sumber air yang merupakan sumber air terakhir selama perjalanan ke puncak. Jadi setelah ini, kami benar-benar harus menghemat air dan memperkirakan jumlah air yang akan dibawa. Setelah melewati Lembah Kidang, kami melewati daerah yang mirip dengan lembah kidang namun terdapat banyak bebatuan. Tempat inilah yang disebut pasar setan.

Dalam perjalanan menuju Puncak Arjuno, kami bertemu dengan beberapa bule yang turun maupun naik ke puncak. Diantaranya bule diantar beberapa porter dan guide yang tampilan rambutnya gondrong dan gimbal. Kami juga bersisipan dengan mahasiswa Geomatika UI yang tergabung dalam organisasi GMC (Geographical Mountaineering Club).

            Salah satu teman kami sibuk memetik bunga yang bisa dijangkau disekitar jalan yang kami lalui meskipun dalam jumlah sedikit. Namun saat mendengar ketua GMC menasihati salah satu anggotanya saat memungut bunga edelweiss yang udah mati, kami merasa tertohok. Kami ini Pencinta Lingkungan Hidup bro, masak kalah sama GMC. Ah nggak ada menang atau kalah ding, kami semua pendaki harus menjaga kelestarian alam. Setelah kejadian itu, temanku mulai sadar dan membuang kembali bunga-bunga itu, syukurlah. Aku memakluminya karena kami pemula. Ini juga pertama kalinya aku benar-benar memaknai kode etik pecinta alam. Hampir semua orang yang pernah berkegiatan di alam bebas pasti tau. Dilarang meninggalkan sesuatu kecuali jejak, dilarang mengambil sesuatu kecuali foto, dan dilarang membunuh sesuatu kecuali waktu.

            Rombongan GMC juga baik hati. Mereka membagi minuman dan kue untuk kami. Saat kehausan di jalan, minuman itu sangat membantu. Ah sesama pendaki emang sudah seharusnya saling membantu. Kami gak jadi KO karena depresi, eh dehidrasi. Saat itu kami tidak membawa perbekalan dengan rata. Kami hanya membawa 2 tas ransel berisi makanan, minuman, headlamp, dan jas hujan. Kami yang muncak ada 9 orang dan terkadang kami tidak berjalan bareng, ada yang jauh tertinggal dan ada yang jauh di depan. Ini kesalahan besar. Seharusnya masing-masing dari kami membawa satu tas kecil berisi makanan, minuman, headlamp dan jas hujan untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya tersesat atau ketinggalan dari rombongan. Gak seru kan kalo kita tertinggal jauh dari teman yang membawa makanan dan minuman dan kita tidak membawa perbekalan apa-apa, bisa lemes kita. Meita pun lemes dan muntah2, akhirnya dia diantar mas Iteng turun ke Pondokan.

            Mas Iteng adalah yang paling dituakan disini. Dialah yang menasehati kami macam-macam. Mulai cara menata perbekalan dan bahan-bahan makanan agar rapi dan tidak busuk, juga cara berhemat air dan tissue. Benar-benar ramah lingkungan dah. Ada sedikit rasa bersalah karena sebelumnya aku sering membuang sampah sembarangan, boros memakai air, listrik, bla bla bla.


Puncak Arjuna 2.600 mdpl

Hwaaaa, pertama kalinya aku merasakan puncak, menghirup udara paling segar. Aku bagai berada di negeri di atas awan J. Terbayar sudah segala rasa lelah yang sedari tadi menghinggapi. Betapa gunung adalah tempat dimana kita dapat menemukan diri kita sendiri, melatih kita untuk bersabar, mendekatkan pada alam dan penciptanya.

Puncak Arjuno merupakan puncak trianggulasi dimana terdapat tiga puncak dan satu diantaranya puncak paling tinggi yang merupakan pncak sebenarnya. Puncak Arjuno terdiri dari bebatuan dan vegetasi tanaman mulai hilang. Saat di Puncak kita harus berhati-hati karena di tepi bebatuan merupakan tebing dan kita bisa terjatuh bila terlalu menepi.

            Turun dari puncak, kami sempat nyasar. Mana hari udah gelap. Untungnya mas Patkai yang daritadi bertugas menjaga tenda menyusul kami.

            Keesokan harinya kami mendaki lagi ke puncak Welirang. Tapi aku gak ikut. Kemarin saja aku sudah ngos-ngosan. Udah gak kuat lagi aku, aku menyerah. Akhirnya aku, mas Iteng dan Meita hanya masak-masak saja di Pondokan. Kata Meita, di Pondokan ini sering ada orang yang nyuri makanan. Benar saja, ada orang minta makanan, aku kasih roti tawar satu bungkus eh gak cuma dimakan secukupnya malah di makan semua. Kemarin juga sisa ayam rebus yang belum diiris dan dibuat soto ilang gak berbekas. Gak boleh berburuk sangka tapi harus tetap waspada, uyeea.

            Masih banyak pendaki yang meninggalkan sampah di berbagai persinggahan mereka seperti di Kop-kopan, Pondokan, maupun dalam perjalanan mereka, namun tak sedikit pula yang membawa sampahnya kembali saat turun gunung. Tentunya kita dapat mengerti dan melakukan tindakan mana yang baik. Siapa yang akan membersihkan sampah kita nantinya jika kita meninggalkan sampah begitu saja di gunung?.


            Pas mau turun terjadi hal konyol. Tempat tenda kami mulai terkena panas matahari  sehingga kami pindah ke tempat yang agak ke atas. Si Cipto malah iseng bilang pada Putri dan mbak Erfina bahwa kami sudah turun meninggalkan mereka. Eh mereka beneran turun. Akhirnya Patkay dan Cipto harus membawa dua tas mereka. Hadeehhhh, mereka kena aja dibohongi. Ada-ada saja.

No comments:

Post a Comment