Monday, February 28, 2011

Menyusuri Pantai Menapaki Bukit, Meru Betiri


            Hal yang biasa dilakukan oleh para pecinta alam. Namun ini pertamakalinya bagiku, juga bagi kami. Menyusuri pantai mulai dari Pantai Bandealit-Jember hingga Pantai Sukamade-Banyuwangi. Butuh waktu minimal tiga hari untuk menempuh perjalanan itu. Selama tiga hari itu kami terus melangkah, menyusuri pantai, menapaki bukit di Taman Nasional Meru Betiri.

Bandealit

            Hari pertama, sebuah truk mengantarkan kami melewati jalan makadam (berbatu) yang cukup mengocok perut sampai mual. Kami menikmati guncangan truk dengan berpegangan tiang-tiang penyangga ataupun sisi-sisi truk agar tidak terjatuh. Sungguh pemandangan di depan mata adalah pohon-pohon yang masih rindang, kokoh, dengan ukuran begitu besar pertanda umur pohon ini sudah tua. Sesekali Kami melihat sekelompok Budeng (Trachypithecus auratus) dan Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) bergelantungan di atas pohon.

Menyeberangi sungai

            Kami terdiri dari 29 orang anggota PLH Siklus ITS, sebuah organisasi pencinta lingkungan hidup di kampus ITS Surabaya. Hari pertama tiba di Bandealit, kami belajar melakukan analisis vegetasi, bird watching (pengamatan burung), dan analisis sosial masyarakat. Pantai Bandealit ombaknya bergulung-gulung sangat besar dan tinggi, ini karena pantai-pantai di sepanjang Taman Nasional Meru Betiri termasuk wilayah pantai selatan yang terkenal dengan ombaknya yang tinggi.
            Kami bersiap untuk menuju pantai selanjutnya, Pantai Meru Barat dan Pantai Meru Timur. Karena lokasi setiap pantai dibatasi oleh tebing dan bukit, maka untuk dapat menginjakkan kaki di pantai-pantai itu kami harus mendaki bukit terlebih dahulu. Perjalanan lumayan melelahkan, ditambah lagi sebagian besar kami berjenis kelamin perempuan. Meskipun ada juga perempuan jadi-jadian alias tomboy abis, hehe. Sebelumnya, sempat ada ketakutan dalam diriku jika saat menembus bukit dan hutan nanti kami akan menemui hewan buas. Hal ini mungkin saja terjadi karena di Taman Nasional ini masih terdapat berbagai populasi fauna langka yang dlindungi.
            Beberapa diantara kami sempat ngedrop. Akibatnya, perjalanan pun berlangsung sangat lama. Hingga hari semakin gelap, kami baru nyampai di Pantai Meru Barat. Daerah ini terlalu sempit untuk mendirikan tenda sehingga kami menuju Pantai Meru Timur. Kami harus melewati pantai yang jaraknya agak jauh. Kami agak panik, sebentar lagi waktunya pasang, dan ombak semakin lama semakin mendekat. Beberapa kali kami terjatuh karena gulungan ombak. Suasana tegang, kami terus mempercepat langkah kami dan mencari jalan menjauhi air laut. Kami semua sangat khawatir dan terus berdo’a agar kami diberi keselamatan sampai akhir perjalanan.
Pantai Meru Timur

            Satu jam kemudian, akhirnya sampai juga kami di Pantai Meru Timur. Sebagian langsung tertidur beralaskan pasir pantai saking kelelahannya, sementara yang lain memasak dan memasang tenda. Udara disini jauh dari yang aku bayangkan. Sama sekali tidak dingin. Malam itu aku menghabiskan waktu dengan tidur di atas matras beratapkan langit yang sedang menampakkan bulannya. Tenda-tenda yang kami bawa dan kami pasang nyaris kosong karena banyak yang memilih untuk tidur di luar tenda.

Menyeberangi muara menuju bukit

            Setelah puas beristirahat semalaman kami segera melanjutkan perjalanan menuju Teluk Permisan. Kembali mendaki, kembali melewati bukit yang curam atau menanjak. Ketika sore mulai datang, Teluk Permisan Barat mulai terlihat, kami senang bukan kepayang. Tapi setelah tahu bahwa kami harus mendaki melewati satu bukit lagi untuk sampai dan mendirikan tenda di Teluk Permisan Timur, kami langsung lemas. Mau tak mau kami mendaki lagi, menaiki bukit kemudian menuruninya, melewati sungai dan pantai, akhirnya sampai juga kami bermalam disana. Beberapa diantara kami sempat terkena gigitan tawon saat memegang pohon menuruni bukit.

Teluk Permisan


            Hari terakhir kami melanjutkan perjalanan menuju pantai terakhir, Pantai Sukamade. Kembali lagi mendaki bukit, bukit yang cukup menanjak, dengan medan yang licin karena hujan. Berkali-kali kami terpeleset namun bangun kembali dengan beberapa noda di pakaian. Selama perjalanan, kami tidak menemukan satu ekor pun binatang buas atau binatang langka. Namun kami berhasil menemukan jejak kaki yang diperkirakan adalah jejak kaki Babi hutan.

                                                                                       Pantai Sukamade

            Akhirnya sampai di Pantai Sukamade. Pantai ini paling luas diantara pantai-pantai lain di Taman Nasional Meru Betiri. Mungkin ini salah satu alasan para Penyu suka bertelur di pasirnya.

Konservasi penyu


            Sewaktu istirahat di Pantai Sukamade sambil menunggu jemputan truk, aku dan teman-teman sempat berjalan-jalan di kebun sekitar, melihat merak, memanen buah cokelat dan buah kelapa dari pohonnya, dan juga memanen pakis untuk di masak. Saat malam tiba, kami juga sempat melihat penyu bertelur ditemani petugas TNMB. Menyenangkan.


Memanen (baca:buah kelapa

            Aku  dan Aun juga sempat berkejar-kejaran dengan kucing milik anak kecil (aku lupa namanya) yang tinggal di Sukamade. Bukan karena kami menikmati kegiatan itu, tapi karena kami takut kucing. Hal ini menjadi hiburan bagi anak kecil itu dan teman-teman kami. Anak kecil itu di dekat penangkaran penyu bersama ibunya. Disana hanya ada dua rumah dan beberapa kamar mandi, sedangkan beberapa anak kecil lain dapat ditemui di perkebunan yang lokasinya agak jauh. Untuk penerangan sudah digunakan tata surya. Tidak ada anak kecil lain yang tinggal disini, sehingga dia lebih sering bermain dengan kucing dan monyet-monyet di Sukamade yang suka mengambil makanan pengunjung.

Bercumbu dengan Penyu di Pantai Sukamade


Pantai Sukamade, Pantai yang terletak di Banyuwangi ini cukup luas dan menjadi tempat favorit Penyu untuk bertelur. Terdapat daerah penangkaran Penyu disekitar ini. Tujuan penangkaran ini adalah untuk melindungi telur Penyu dari pemangsa di pantai. Sebelum melihat telur yang sedang bertelur, kita harus membaca papan peringatan terlebih dahulu. Kita akan dipandu petugas dari penangkaran saat ingin melihat Penyu bertelur. Penyu biasanya bertelur pada musimnya yaitu pada bulan Nopember-Maret.


Papan peringatan

Malam hari sekitar pukul 20.00 WIB hujan tak kunjung berhenti. Aku sangat khawatir, jika cuaca seperti ini terus rencana berpetualang ke pantai malam ini untuk melihat penyu akan batal. Namun waktu masih berpihak kepada kami, tak lama kemudian petugas dari pihak penangkaran penyu akan berangkat ke pantai untuk mengambil telur penyu. Mereka mengajak rombonganku untuk berangkat bersama. Petugas biasanya mengambil telur penyu dua kloter dalam sehari, aku agak lupa jam berapa saja biasanya petugas berangkat untuk mengambil penyu. Kalau tidak salah, kloter pertama sekitar pukul 22.00 WIB dan kloter kedua sekitar pukul 02.00 WIB.

Kami berjalan melewati setapak menuju Pantai Sukamade. Setelah mendekati Pantai, petugas memberi isyarat kepada kami untuk tidak mengeluarkan suara gaduh serta mematikan cahaya lampu senter. Kami terus berjalan ke arah pantai dalam suasana gelap, hening. Sesampainya di pantai, kami menikmati malam dalam dingin dengan sentuhan pasir pantai, sambil menunggu isyarat dari petugas. Masih dalam gelap dan hening.

Beberapa saat kemudian, secercah cahaya menjadi isyarat bahwa ini saatnya kami memulai langkah, menuju arah cahaya. Seorang petugas menyalakan lampu senter menandakan bahwa sekarang ia sedang bersama Penyu yang sedang bertelur dan kami diperbolehkan untuk melihatnya. Sebelum Penyu bertelur, kita dilarang menyalakan cahaya dan bersuara karena dapat mengurungkan niat Penyu untuk bertelur. Namun setelah Penyu bertelur, meskipun melihat cahaya, ia tidak akan menghentikan aktivitas bertelurnya hingga tuntas. Namun tetap saja, kami hanya berani menyalakan lampu senter dan kamera di belakang Penyu.

 Penyu bertelur                     Cipratan Pasir dari Penyu

Petugas mengambil telur Penyu

Sekali bertelur, Penyu menghasilkan kurang lebih 200 telur berwarna putih sebulat dan seukuran bola pimpong. Telur-telur ini diambil oleh petugas untuk dipindahkan ke tempat penangkaran. Bisa dibayangkan berapa dalam lubang yang harus dibuat untuk menyimpan telur-telur ini. Dari sekian ratus telur yang dihasilkan oleh Penyu ini, hanya sekitar 20% saja yang bisa menetas menjadi tukik. Setelah tukik siap hidup di alam bebas, ia dilepaskan ke lautan lepas.

Petugas menandai dan mengukur Penyu

Ketika ada Penyu baru yang bertelur di Pantai tersebut, petugas langsung menembakkan tanda dan mengukur Penyu tersebut kemudian mencatatnya. Jenis Penyu yang terdapat di perairan ini antaralain Penyu hijau, Penyu sisik, dan Penyu belimbing, namun yang paling banyak ditemui adalah Penyu hijau. Penyu yang selesai mengeluarkan telur dan menutup telurnya dengan pasir segera berjalan pelan kembali ke laut. Penyu itu meninggalkan jejak berupa garis lurus dab berlekuk di sepanjang perjalanannya. Jejak inilah yang menjadi pertanda bagi petugas untuk mengambil telur.

Selamat jalan penyu, suatu saat nanti Kami akan mengunjungimu lagi .