Monday, January 3, 2011

Menikmati Kembang Api Kota dari Puncak Bayangan, Pananggungan

                 

                  Pananggungan, Gunung ini terletak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur sekitar 25 km dari Surabaya dengan ketinggian 1.653 mdpl. Untuk menempuhnya tidak butuh waktu banyak, sehari atau dua hari saja cukup. Itu yang membuat kami memilih Pegunungan tersebut untuk menghabiskan malam Tahun Baru 2011. Melihat kembang api kota dari puncak gunung tentu memiliki sensasi tersendiri karena aku belum pernah mengalaminya.
                Kami bersepuluh orang berangkat dari Surabaya sore hari. Malam hari sesampainya di Mojokerto kami langsung parkir motor dan tancap gas menyusuri hutan, mendaki setapak Pananggungan. Tidak satupun diantara kami pernah kesini sebelumnya, maka kami menyusuri arah setapak jalan hanya berdasar logika dan intuisi. Ini yang menyebabkan sedikit masalah, kami sempat tersesat selama kurang lebih setengah jam. Jalan setapak di Pananggungan cukup menanjak. Jika Kalian ingin melakukan pendakian di Gunung ini, harus menyiapkan air secukupnya karena di gunung ini tidak ada kali atau sungai.
                Kami terus melangkah mengejar waktu agar tidak kehilangan moment kembang api yang tepat menyala pukul 00.00 WIB. Namun, harapan kami sempat hilang karena kabut tebal menghalangi pandangan. Kerlap-kerlip lampu kota yang semula terlihat indah sama sekali tak terlihat lagi. Kami lanjutkan saja mendaki agar cepat sampai ke tempat camping untuk beristirahat dan membuat makanan hangat. Tepat tengah malam kami sampai di Puncak bayangan Pananggungan, disini sudah ramai para pendaki mendirikan tenda. Kami memutuskan untuk bermalam disini. Angin disini sangat kencang, udaranya pun tak kalah dingin. Kami memasang tenda dengan sekuat tenaga karena angin membuat tenda kami berkibar-kibar.
                Tiba-tiba saja terdengar seperti suara petasan dan ledakan kembang api yang menyalakan warna merahnya. Kami lumayan terhibur, meskipun kembang api di kota tak terlihat karena kabut, ternyata para pendaki lain membawa kembang api dan menyalakannya di Puncak bayangan. Kembang apinya tak seindah kembang api di kota, namun keramaian dan canda tawa para pendaki di Puncak bayangan itu cukuplah menghibur kami.
                Sebenarnya Aku agak kecewa karena ternyata suasana puncak bayangan itu tak seperti yang kubayangkan. Sebelumnya tujuanku ikut mendaki ke Puncak itu adalah untuk mencari kedamaian, hanya ada kami dan alam. Namun ternyata suasana Puncak sangat ramai, pertama kami memasuki daerah penuh tenda itu terdengar suara lagu dangdut terlantun lewat radio. Tapi ternyata mereka seru-seru, jadi tak apalah bagiku menikmati alam beramai-ramai juga lumayan menyenangkan.
                Saat asik memasang tenda diiringi suara kembang api tiba-tiba saja kabut menghilang. Subhanallah, akhirnya aku benar-benar melihat kemilau kembang api menyatu dengan cahaya lampu kota. Kecil tapi luas dan begitu indah. Tidak rugi perjalanan yang kami lalui tadi. Sayang, kami tidak membawa kamera yang bagus untuk menangkap pemandangan itu.
                Keasyikan menikmati pemandangan kembang api, aku ditinggalkan memegangi tenda yang sedang berkibar-kibar sendirian. Kami terus memandang ke arah kota. Terkadang kabut datang lagi menghalangi pandangan, kemudian pergi lagi, berpindah-pindah tempat, begitu seterusnya. Angin masih saja bertiup kencang membuat kami kedinginan. Setelah kembang api mulai tak menampakkan kemilaunya lagi kami mulai benar-benar serius memasang tenda dan membuat makanan hangat.
                DOORR!! Tiba-tiba kompor satu-satunya yang kami bawa meletus padahal kami belum selesai memasak. Kami hanya selesai memasak mie. Byuuur!!! Tiba-tiba hujan pun turun dengan kencang. Kami langsung membereskan perlengkapan yang tercecer dan masuk ke dalam tenda, menghangatkan badan dan makan seadanya. Sungguh sial perjalanan kali ini, gara-gara kompor meletus bahan bakar kami habis. Makan apa kami besok?
                Hujan reda, sekitar pukul 03.00 WIB senior kami bersama calon suaminya datang dan membawa kue tart. Sungguh kami senang luar biasa karena kami sudah benar-benar kelaparan, hehe. Sosweet sekali seniorku itu. Dia perempuan dan ini pertama kalinya ia mengajak calon suaminya itu untuk naik gunung, merayakan ulang tahunnya. Setelah api ditiup, kami mengucapkan selamat dan menyanyikan lagu ulang tahun untuk calon suami seniorku itu. Kami berkenalan kemudian makan bersama dan berfoto ria.
                Pukul 05.00 WIB Seniorku dan calon suaminya turun duluan meninggalkan kami. Kami sendiri masih enak tidur di tenda. Aku mendengar lantunan suara Adzan Subuh dan sekelompok pendaki sedang sholat berjama’ah. Suaranya sangat merdu membuat hatiku luluh. Aku sama sekali tidak menyangka masih ada orang menyempatkan sholat berjama’ah dalam kondisi sedingin ini. Hatiku sangat tentram mendengarnya.
                Setelah mata kami sudah benar-benar terbuka, kami berniat untuk memasak. Bahan bakar sudah habis, akhirnya kami memberanikan diri untuk meminta bahan bakar pendaki lain. Kami memasak bareng pendaki lain tersebut. Untunglah, kami sangat berterimakasih kepada mereka. Tanpa bantuan mereka, apa jadinya nasib kami. Kelaparan tentunya. Mereka pendaki dari Mojosari, terdiri empat orang. Sudah dua hari mereka bermalam disini menantikan badai berhenti. Tujuan mereka ke Puncak Sejati Pananggungan namun badai tak pernah berhenti sehingga perjalanan tak bisa dilanjutkan. Aku pun sedikit kecewa karena tak bisa melanjutkan perjalanan ke Puncak sejati, tapi ya sudahlah lain kali kesana lagi juga bisa. Lagi pula kami telah terpuaskan dengan pemandangan kembang api tadi malam. Kami semua pendaki, hari ini memutuskan untuk turun dan tak ada yang muncak.
                Memasak belum selesai angin kencang dan hujan lebat datang lagi. Kami memasak di bawah tenda kemudian makan beramai-ramai. Setelah itu kami membereskan perlengkapan dan segera packing. Kami memakai jas hujan untuk melindungi diri dari basahnya hujan yang deras, namun dinginnya tetap menembus tulang. Aku berjingkrak-jingkrak berusaha menghilangkan dingin. Akhirnya perjalanan kami akhiri. Badai itu, meskipun menakutkan, namun menambah sensasi dalam pendakian ini. Ini pertama kalinya Aku merasakan badai ketika di Gunung.