Sunday, November 23, 2014

Pengalaman Sidak bersama Ecoton


          Beberapa minggu yang lalu, sekitar akhir september, aku dan teman-teman mengikuti pelatihan pembuatan video dokumenter yang diadakan Ecoton di kantornya, Wiringanom Gresik. Memang hanya 2 hari disana, namun banyak hal yang kami dapatkan selain mengenai bagaimana cara pembuatan video mulai dari penulisan skenario hingga editing menggunakan program Pinnacle Studio 15. 


       Kami diajak melihat tempat-tempat pembuangan limbah di sungai, antara lain limbah kertas. Kami juga diajak menemui nelayan yang selama beberapa hari ini menyusuri sungai untuk mencari ikan. Ecoton memang LSM yang kegiatannya fokus pada pelestarian sungai Brantas. 

Limbah pabrik kertas

            Setelah menemui nelayan pada malam hari kami melewati limbah pembuangan pabrik kertas dimana perusahaan tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai perusahan biru atau sudah melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan dan atau peraturan perundang-undangan. Tetapi pada saat itu limbah yang dibuang ke sungai amat parah dan berwarna putih pekat. Kami mengikuti Mas Prigi, pendiri ecoton, untuk protes ke perusahaan itu. Kami menunggu dan duduk di depan perusahaan tersebut hingga tengah malam karena manager IPAL perusahaan tersebut tidak menghiraukan protes kami.  Kami juga mengirim SMS dan menelepon radio Suara Surabaya hingga menyebabkan bapak polisi datang ke tempat kami. Aku tidak tahu kelanjutannya karena setelah itu pelatihan dilanjutkan minggu depannya tetapi aku tidak datang.

Protes ke pabrik kertas

         Siang hari yang terik aku dan teman-teman sempat ngobrol dengan warga di sekitaran sungai di Mojokerto. Bapak tersebut pensiunan pegawai negeri yang dulu suka memancing ikan sebagai penghasilan tambahan. Bapak tersebut mengeluhkan bahwa sungai sekarang tak seramah dulu. Dulu tiap harinya bisa mendapat banyak ikan untuk dijual. Tapi sekarang mencari ikan susah, sungai juga sudah menjadi tempat sampah. Ditambah lagi berdirinya perusahaan tepung menyebabkan limbah di sungai dan juga susahnya pasokan air tanah untuk warga.
       Saat ini di Ecoton sendiri hanya terdapat sedikit orang yang usianya sudah 25 tahun ke atas. Beberapa kali Pak Prigi menawari sikluser untuk melanjutkan kegiatannya, kegiatan yang riil terjadi di Surabaya. Ecoton memang membutuhkan generasi-generasi muda yang bisa melanjutkan perjuangannya. Semoga Ecoton menemukan generasi mudanya atau semoga banyak generasi muda yang berjiwa pahlawan dan pemberani seperti Ecoton. Dan juga semoga adik-adikku, adik-adik kami, para sikluser menemukan jati dirinya dan menemukan hal-hal yang riil yang bisa mereka lakukan untuk tanah air ini khususnya Surabaya.

Memang keluar dari rutinitas itu menyenangkan dan seringkali mendatangkan manfaaat dan wawasan baru. Happy  to live your life guys....


Menjaga Keabadian Edelweiss


            Edelweis bunga abadi itu akan tetap indah jika berada di alam bebas, di gunung-gunung seluruh penjuru dunia. Dan kita semua adalah pemiliknya, pemilik edelweis yang tumbuh liar di alam bebas. Memiliki bukan berarti bisa semenanya memetik dan membawanya pulang. Memiliki berarti harus mampu menjaganya sepenuh hati seperti seorang Ibu yang menjaga anaknya.
            Dulu sewaktu pendakian pertamaku telah sampai di Pondokan Arjuno, kami melihat sebuket edelweis yang telah tersusun apik di dalam vas bunga terbuat dari belerang. Bunga cantik itu katanya abadi, dan sudah lama aku ingin memilikinya. Para penambang belerang itu sengaja menjualnya sebagai tambahan penghasilan mereka. Bunga itu dijual seharga duapuluh ribu rupiah. Betapa sumringah aku melihatnya.
      'Sebentar lagi mimpiku untuk memiliki bunga itu akan terwujud' aku berkata dalam hati. Ingin aku membelinya, namun perkataan seseorang mengurungkan niatku. Dia adalah Mas Iteng, seniorku di PLH SIKLUS ITS angkatan Pra Diklat. Beliau berkata "Jika kalian membeli edelweis, maka para penjual itu akan senang dan memetik lebih banyak edelweis untuk dijual. Dan jika itu terjadi maka kalian adalah salah satu orang penyebab kepunahan bunga edelweis yang sekarang pun sudah semakin jarang ditemui. Lalu masih pantaskah kalian menyebut diri sebagai pencinta lingkungan hidup?". Betapa perkataannya membuat kami bersembilan tertohok.
        Musnah sudah harapanku. Cinta memang tak harus selalu bersama. Aku rela tak bersamamu asal kamu bahagia di puncak-puncak pegunungan itu, batinku.
     Edelweis lambang keabadian, namun bagaimana jika suatu saat ia punah? Masihkah pantas ia disebut abadi? Kitalah yang harus menjaga keabadian Edelweis dengan tidak memetiknya. Sampai saat ini keinginanku untuk bisa membawa pulang edelweis itu telah sirna. Biarlah aku menikmati keindahannya saat di puncak saja agar kumbang-kumbang itu pula tak kehilangan madunya.

Puncak Pertamaku, Arjuna


            Juli 2009 adalah pertama kalinya aku menikmati dinginnya udara pada ketinggian diatas 3000 mdpl. Gunung Arjuna, Gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa ini memiliki ketinggian 3.339 mdpl. Perasaan senang sekaligus takut menghinggapi jiwaku, namun rasa takut sekejap hilang karena aku bersama-sama dengan teman sekaligus dulur-dulur dari berbagai kota yang dipertemukan di PLH SIKLUS ITS. Rasa lelah tentu saja sering menghantui jiwa maupun raga sehingga butuh fisik sekaligus mental yang kuat untuk dapat bertahan dan terus melangkah.

            Kami mendaki malam hari lewat jalur Tretes dan ngecamp di Kop-kopan sebelum esok paginya berangkat ke Pondokan. Perjalanan melewati Pet Bocor dimana di tempat tersebut terdapat pos dan pipa air minum. Sekitar pukul 20.00 WIB kita sampai di Kop-kopan. Di kop-kopan ini kita dapat menjumpai warung kecil yang menjual teh hangat dan mie, serta terdapat pula semacam tempat pembuangan air besar yang masih sangat tradisional. Beberapa tenda milik pendaki lain telah tersusun rata di tempat yang tidak begitu luas, dan kami mulai mencari tempat untuk memasang tenda. Betapa rasa dingin menusuk tubuh seketika karena aktifitas mendaki sementara dihentikan.

Pondokan penambang belerang

            Pertama kalinya aku merasa sangat kedinginan yaitu saat beberapa menit sampai di Pondokan. Ini pertama kalinya aku merasakan belaian angin gunung yang begitu brrr.... dingin. Di Pondokan ini banyak rumah-rumah kecil yang terbuat dari gubuk yang merupakan tempat tinggal penambang belerang. Pondokan ini merupakan persimpangan jalan menuju Puncak Arjuno dan Puncak Welirang.  Di daerah ini juga terdapat sumber air serta tempat untuk buang air.

            Di pondokan kami memasak soto ayam. Emang niat banget. Tetapi sayang disayang, soto ayamnya tumpah separo saat mau diangkat dari kompor.

            Malam harinya si Indi dan si Meita yang lebih berpengalaman naik gunung bercerita macam-macam mulai mistisnya gunung sampai pasar setan yang ada di jalanan menuju puncak Arjuno. Pasar setan yaitu semacam kampung setan yang mistis dan menjual berbagai macam barang dengan harga murah. Konon katanya hanya orang tertentu yang dapat melihatnya. Aku pun tak tahu apakah hal ini benar atau cuma mitos belaka.

            Sebelum tidur kami bersepakat esok hari berangkat pkl 04.00 WIB. Bayangan tentang pasar setan membuatku merinding. Aku jadi malas bangun tidur cepat-cepat. Aku berdo’a supaya besok gak jadi berangkat pkl 04.00 WIB melainkan berangkat bareng munculnya matahari. Biar enggak ketemu pasar setan, pikirku.

            Benar saja, kami berangkat pkl 07.00 WIB. Sebenarnya perjalanan dari pondokan ke puncak bisa ditempuh cukup dengan 4 jam. Tapi karena kebanyakan dari kami adalah pemula, kami baru sampai puncak pada pkl 14.00 WIB.

Lembah Kidang

            Selama perjalanan kami melewati Lembah Kidang yang merupakan padang rumput luas. Konon banyak terdapat kijang di lembah ini, namun kami tidak melihatnya. Selama perjalanan di Arjuno kami hanya melihat burung Anis dan ayam hutan.

            Di Lembah Kidang ini terdapat sumber air yang merupakan sumber air terakhir selama perjalanan ke puncak. Jadi setelah ini, kami benar-benar harus menghemat air dan memperkirakan jumlah air yang akan dibawa. Setelah melewati Lembah Kidang, kami melewati daerah yang mirip dengan lembah kidang namun terdapat banyak bebatuan. Tempat inilah yang disebut pasar setan.

Dalam perjalanan menuju Puncak Arjuno, kami bertemu dengan beberapa bule yang turun maupun naik ke puncak. Diantaranya bule diantar beberapa porter dan guide yang tampilan rambutnya gondrong dan gimbal. Kami juga bersisipan dengan mahasiswa Geomatika UI yang tergabung dalam organisasi GMC (Geographical Mountaineering Club).

            Salah satu teman kami sibuk memetik bunga yang bisa dijangkau disekitar jalan yang kami lalui meskipun dalam jumlah sedikit. Namun saat mendengar ketua GMC menasihati salah satu anggotanya saat memungut bunga edelweiss yang udah mati, kami merasa tertohok. Kami ini Pencinta Lingkungan Hidup bro, masak kalah sama GMC. Ah nggak ada menang atau kalah ding, kami semua pendaki harus menjaga kelestarian alam. Setelah kejadian itu, temanku mulai sadar dan membuang kembali bunga-bunga itu, syukurlah. Aku memakluminya karena kami pemula. Ini juga pertama kalinya aku benar-benar memaknai kode etik pecinta alam. Hampir semua orang yang pernah berkegiatan di alam bebas pasti tau. Dilarang meninggalkan sesuatu kecuali jejak, dilarang mengambil sesuatu kecuali foto, dan dilarang membunuh sesuatu kecuali waktu.

            Rombongan GMC juga baik hati. Mereka membagi minuman dan kue untuk kami. Saat kehausan di jalan, minuman itu sangat membantu. Ah sesama pendaki emang sudah seharusnya saling membantu. Kami gak jadi KO karena depresi, eh dehidrasi. Saat itu kami tidak membawa perbekalan dengan rata. Kami hanya membawa 2 tas ransel berisi makanan, minuman, headlamp, dan jas hujan. Kami yang muncak ada 9 orang dan terkadang kami tidak berjalan bareng, ada yang jauh tertinggal dan ada yang jauh di depan. Ini kesalahan besar. Seharusnya masing-masing dari kami membawa satu tas kecil berisi makanan, minuman, headlamp dan jas hujan untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya tersesat atau ketinggalan dari rombongan. Gak seru kan kalo kita tertinggal jauh dari teman yang membawa makanan dan minuman dan kita tidak membawa perbekalan apa-apa, bisa lemes kita. Meita pun lemes dan muntah2, akhirnya dia diantar mas Iteng turun ke Pondokan.

            Mas Iteng adalah yang paling dituakan disini. Dialah yang menasehati kami macam-macam. Mulai cara menata perbekalan dan bahan-bahan makanan agar rapi dan tidak busuk, juga cara berhemat air dan tissue. Benar-benar ramah lingkungan dah. Ada sedikit rasa bersalah karena sebelumnya aku sering membuang sampah sembarangan, boros memakai air, listrik, bla bla bla.


Puncak Arjuna 2.600 mdpl

Hwaaaa, pertama kalinya aku merasakan puncak, menghirup udara paling segar. Aku bagai berada di negeri di atas awan J. Terbayar sudah segala rasa lelah yang sedari tadi menghinggapi. Betapa gunung adalah tempat dimana kita dapat menemukan diri kita sendiri, melatih kita untuk bersabar, mendekatkan pada alam dan penciptanya.

Puncak Arjuno merupakan puncak trianggulasi dimana terdapat tiga puncak dan satu diantaranya puncak paling tinggi yang merupakan pncak sebenarnya. Puncak Arjuno terdiri dari bebatuan dan vegetasi tanaman mulai hilang. Saat di Puncak kita harus berhati-hati karena di tepi bebatuan merupakan tebing dan kita bisa terjatuh bila terlalu menepi.

            Turun dari puncak, kami sempat nyasar. Mana hari udah gelap. Untungnya mas Patkai yang daritadi bertugas menjaga tenda menyusul kami.

            Keesokan harinya kami mendaki lagi ke puncak Welirang. Tapi aku gak ikut. Kemarin saja aku sudah ngos-ngosan. Udah gak kuat lagi aku, aku menyerah. Akhirnya aku, mas Iteng dan Meita hanya masak-masak saja di Pondokan. Kata Meita, di Pondokan ini sering ada orang yang nyuri makanan. Benar saja, ada orang minta makanan, aku kasih roti tawar satu bungkus eh gak cuma dimakan secukupnya malah di makan semua. Kemarin juga sisa ayam rebus yang belum diiris dan dibuat soto ilang gak berbekas. Gak boleh berburuk sangka tapi harus tetap waspada, uyeea.

            Masih banyak pendaki yang meninggalkan sampah di berbagai persinggahan mereka seperti di Kop-kopan, Pondokan, maupun dalam perjalanan mereka, namun tak sedikit pula yang membawa sampahnya kembali saat turun gunung. Tentunya kita dapat mengerti dan melakukan tindakan mana yang baik. Siapa yang akan membersihkan sampah kita nantinya jika kita meninggalkan sampah begitu saja di gunung?.


            Pas mau turun terjadi hal konyol. Tempat tenda kami mulai terkena panas matahari  sehingga kami pindah ke tempat yang agak ke atas. Si Cipto malah iseng bilang pada Putri dan mbak Erfina bahwa kami sudah turun meninggalkan mereka. Eh mereka beneran turun. Akhirnya Patkay dan Cipto harus membawa dua tas mereka. Hadeehhhh, mereka kena aja dibohongi. Ada-ada saja.

Thursday, October 16, 2014

Surat Sejoli Masa Depan


- Kau tahu? Hari pernikahan kita adalah hari yang paling membahagiakan untukku. Sekarang pun aku merasa bahagia. Semoga akan ada hari-hari bahagia selanjutnya. Hari ketika kita bersama adalah hari yang membahagiakan bagiku. Kuharap kau pun merasakan itu.
- Kebersamaan kita bukan berarti dunia milik kita berdua. Aku ingin kita menjaga selaturahmi dengan sanak saudara dan teman-teman.
- Aku ingin kita tidak sendiri menikmati bahagia kita. Aku ingin sering berbagi dengan orang-orang disekitar kita. Dengan bapak ibuku, dengan bapak ibumu, dengan adikku, dengan kakak adikmu, dengan sanak saudaraku, dengan sanak saudaramu, dengan teman-temanku, dengan teman-temanmu, dengan tetangga, dengan mereka yang membutuhkan.
- Aku ingin kebersamaan kita membawa datangnya keceriaan, keriangan, dan kelucuan dari makhluk kecil yang akan menambah ramai hari kita. Setiap hari kita akan melihatnya bertumbuh. Kita akan menuntunnya untuk berjalan, melangkah, bersama.
- Aku ingin anak-anak kita tumbuh dengan baik, menjadi anak yang santun tuturnya, baik akhlaknya, luhur budinya. Orang tua adalah madrasah pertama sekaligus suri tauladan bagi mereka. Sekolah dan lingkungan turut membentuk pribadi mereka. Makanan yang mereka makan menjadi daging yang mempengaruhi kebaikan dan kelembutan hatinya.
- Aku tahu kita sama-sama manusia yang bisa berbuat salah, untuk itu mari kita saling mengingatkan jika lalai dan selalu mendukung jika benar serta sama-sama kita belajar jika tidak mengerti.
- Aku ingin kesibukan ataupun jarak tidak menjadi alasan kita untuk saling menjauh dan saling tidak memahami. Aku ingin kita selalu menjaga kebersamaan ini.
                Aku ingin kau membimbingku dengan baik, agar aku bisa membimbing anak-anak kita dengan baik. Tanpa bimbinganmu, aku tidak tahu apa aku akan tetap melangkah dengan benar. Aku selalu percaya bahwa kamu lah yang terbaik yang diberikan Allah SWT untuk mendampingi hidupku. Aku pun ingin terus berusaha menjadi pendamping yang baik untukmu dan juga ibu yang baik untuk anak-anakmu. Aku ingin kamu selalu mengingat kita J
                Kalimat indah di atas adalah surat dari seorang wanita kepada seorang laki-laki yang telah menjadikannya istri. Betapa berbahagianya seorang wanita saat rumahnya kedatangan seosok laki-laki soleh yang dengan gagah berani meminangnya dihadapan kedua orang tua si wanita. Karena pada saat itu pula seorang laki-laki memproklamirkan dirinya sebagai laki-laki yang bertanggung jawab dan berani menerima resiko. Berani bertanggung jawab ketika lamarannya diterima dan berani berlapang dada ketika lamarannya ditolak. Berbeda dengan seorang laki-laki yang mendekati wanita hanya untuk memacari, karena laki-laki soleh tidak akan didapat dengan cara pacaran.
                Aku pernah memiliki pengalaman buruk yang teramat buruk. Sungguh aku malu dengan Fatimah yang selalu menjaga kesucian hatinya hingga Ali menikahinya. Aku malu karena pernah jatuh cinta tidak pada tempatnya. Dan aku malu karena pernah mencemburui Allah sebagai sosok yang lebih dicintai oleh laki-laki itu daripada aku. Aku sungguh berdosa. Astagfirullah...
                Aku pernah sekali pacaran. Aku kira pacaran itu indah, seperti di film-film. Hingga aku tersungkur, dan akhirnya aku sadar. Pacaran membuat hatiku semakin kotor, pacaran membuat kita hanya mengingat duniawi dan menghianati Tuhan. Bukankah semua agama melarang pacaran? Dulu aku selalu bertanya-tanya, kenapa agamaku melarang pacaran? Kini aku tahu sebabnya, karena agama memuliakan wanita, menjaga dan melindungi wanita. Bukankah hanya pernikahan yang dapat menghalalkan cinta? Maafkan aku Tuhan.
                Cinta yang merupakan fitrah manusia, islam mengaturnya agar cinta itu tetap suci. Bahkan dua sejoli yang sedang berta’aruf pun bukan berarti lantas mereka boleh saling mencintai. Mereka hanya diperkenankan saling mengenal sewajarnya untuk kemudian mengambil keputusan berlanjut ke jenjang pernikahan, atau harus diakhiri tanpa saling menyakiti. Aku pribadi meyakini, pernikahan yang baik hanya akan didapat dengan cara yang baik pula.
                Ah, seandainya wanita itu adalah aku dan laki-laki soleh itu adalah suamiku. Betapa berbahagianya aku. Masih pantaskah hamba yang berlumur dosa ini mengharapkan kebaikan? Engkau selalu meyakinkan dengan dalil-dalilmu, bahwa Engkau sungguh mencintai hamba-Mu yang bertaubat, bahwa laki-laki yang baik hanya untuk wanita yang baik. Semestinya aku meyakini janji-Mu itu dengan cara bertaubat dan memperbaiki diri.
                Aku tak ingin banyak berjanji. Tapi aku sungguh ingin menjadi istri yang baik bagi seorang laki-laki soleh yang aku cintai. Bukankah islam itu sempurna? Islam telah mengatur semuanya, termasuk cara memilih dan mengusahakan pasangan hidup serta cara menjadi istri dan ibu yang baik.
                Akan sangat menyenangkan bisa berjalan berdampingan, saling menjaga keluarga untuk tetap melangkah di jalan-Nya. Akan sangat menentramkan menghabiskan sepanjang sisa hidup bersama seseorang yang semakin mendekatkan kita kepada Allah.
                Aku tak akan mengecewakanmu, laki-laki soleh yang menjadi pasangan hidupku. Aku mengharap ridhamu, karena dengan ridhamu aku akan memperoleh ridha-Nya.

                Jika engkau laki-laki soleh, tak kunjung datang, mampukah aku menjadi seorang Khadijah? Yang tegas kepada diri sendiri. Khadijah berani mengajukan diri untuk dilamar Rasulullah, laki-laki yang baik akhlaknya. Karena jodoh adalah cerminan diri, aku akan terus memperbaiki diri. 



Monday, February 10, 2014

Tentang Hujan

Lihatlah hujan itu...
Bukankah kehadirannya begitu mereka rindukan?

Namun saat ia datang, banyak dari mereka malah mengeluhkan. Mereka dahaga saat tak ada hujan, tapi malah menghujat saat hujan datang. Mereka takut basah, takut dingin, dan takut hujan menciptakan air bah. Mereka lupa sebelum hujan datang mereka juga takut. Takut kering, takut dahaga, takut suhu tinggi, bahkan takut lapar. Lalu hujan datang, menghapus ketakutan itu. Menciptakan ketakutan baru. Mereka selalu ketakutan hingga lupa cara untuk bahagia.

Siapakah hujan hingga begitu dirindukan namun juga begitu mudah dilupakan bahkan dielukan?

Hujan, ialah suatu bentuk yang jika diibaratkan hati, ia begitu tulus. Tak peduli diacuhkan, tak peduli dielukan, tak peduli jika mereka yang merindukan malah menghindari sentuhannya. Ia tetap datang disaat waktunya memang untuk datang. Diam-diam kehadirannya mengguyurkan kesejukan, menghapus dahaga. Diam-diam kehadirannya menciptakan kehidupan, menumbuhkan benih-benih kemakmuran. Menjadi salah satu alasan untuk berbahagia.

Siapa mereka hingga begitu merindukan hujan namun juga begitu mengeluhkan hujan?

Mereka mungkin segelintir yang melupakan jawaban dari pertanyaan.

Siapa yang menciptakan hujan? Siapa yang menciptakan air bah? Siapa yang menciptakan dingin? Siapa yang menciptakan kering? Dan siapa yang menciptakan mereka?

Siapa yang menyebabkan musim tak menentu (datangnya hujan)? Siapa yang menyebabkan datangnya air bah? Siapa yang menyebabkan dan membiarkan munculnya rasa takut?

Andaikan mereka benar-benar paham. Tak seharusnya ada ketakutan pada yang dirindukan, keluhan pada yang dinantikan, dan hujatan pada yang menghapus duka dan memberi kesejukan.

Mereka bukan yang memiliki hak untuk mengatur kapan hujan boleh datang dan kapan hujan tidak boleh datang. Bahkan hujan pun tak punya hak untuk itu.

Andai mereka paham. Merekalah yang seharusnya menyiapkan diri untuk menyambut pada yang dirindukan. Agar kelak saat yang dirindukan dan dinantikan itu benar-benar datang, mereka dapat memperlakukannya dengan baik. Melepas kerinduan dengan riang. Menikmati kesejukannya tanpa rasa takut.

Andai mereka paham. Bukan keluhan lah yang seharusnya mereka luapkan. Namun rasa syukur dan penerimaan. Seperti mereka mau menerima kesejukannya, mereka juga harus mampu menerima rasa dinginnya. Seperti mereka mau menerima benih-benih kemakmurannya, mereka juga harus mampu menerima air bah yang bisa saja ditimbulkannya.

Lagi pula, andai mereka menyiapkan diri dengan baik. Resiko yang ditimbulkan tak akan sebesar seperti ketika belum siap. Andai mereka menyiapkan diri dengan baik, hatinya akan lebih kuat untuk menghadapi dan mengatasi segala resiko yang ditibulkan.

Bukan hujan yang harus mengimbangi mereka. Merekalah yang harus mengimbangi dan beradaptasi untuk hujan, yang dirindukan.

Aku merindukan hujan seperti aku merindukan matahari.

Jika mereka dan hujan dapat menjadi suatu ibarat. Bisakah aku ibarat mereka dan kamu ibarat hujan?

Aku ingin menyiapkan diri untuk menyambut apa yang aku rindukan. Hujan, matahari, dan kamu.


(Surabaya, 2014)

Monday, January 20, 2014

Manusia dan Perjalanan

Semuanya sudah cukup.

Semua perjalanan saya selama ini sudah cukup membuka mata saya. Bahwasanya manusia dan alam hidup berdampingan, saling membutuhkan. Bahwasanya manusia dan manusia hidup berdampingan, saling membutuhkan. Selayaknya kita saling menjaga, bukan saling mengancam... 

Untuk apa aku terus melangkah, melanjutkan perjalanan demi perjalanan jikalau langkahku hanya untuk menyenangkan diri sendiri, hanya untuk memuaskan rasa penasaran pada hal yang katanya baru. Bukankah lebih baik aku tetap tinggal namun memberi manfaat pada yang aku tinggali?

Kadang aku iri dengan ibu-ibu di desa yang tak pernah letih memperbaiki generasi lewat pengabdiannya melalui pendidikan maupun pemberdayaan masyarakat di desanya, atau seorang ibu biasa yang dengan tulus dan tanpa mengeluh membesarkan anak-anaknya lewat kasih sayang juga ilmu agama. Atau aku ingin menebarkan manfaat di muka bumi lewat perjalanan seperti orang-orang terdahulu? Seperti para ulama yang berdakwah lewat perdagangan, atau para ilmuwan yang menghasilkan penemuan barunya lewat berbagai penjelajahan. Ah, terlalu berlebihan, aku hanya gadis biasa. Gadis yang menyukai perjalanan namun tak ingin melupakan kodrat sebagai perempuan.

Ngomong soal manfaat, manfaat apa yang bisa aku berikan baik di tanah yang sedang kuinjak ini maupun di bumi seberang yang ingin aku kunjungi? Aku yang hanya manusia biasa ini hanya memiliki sedikit ilmu dan nyaris tak memiliki keahlian. Lalu manfaat apa? Sudah waktunya manusia biasa ini memperbaiki diri, membekali diri dengan keahlian agar kelak tak hanya menjadi beban.

Cukup sudah. Musafir ini ingin menghentikan perjalanannya ketika ia menyadari satu hal. Pada akhirnya tempat yang paling ingin ia kunjungi adalah tempat yang begitu indah. Tempat dimana dibawahnya terdapat sungai-sungai yang mengalir...

Namun bukan berarti musafir ini ingin benar-benar berhenti dari berjalannya. Jikalau suatu saat kehadirannya dibutuhkan di tempat lain, ia tak akan segan untuk melangkahkan kakinya sejauh apapun itu. Tujuannya hanya satu, menjadi sebaik-baiknya manusia.

Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat. Sebaik-baiknya manusia adalah yang panjang umurnya dan yang baik perbuatannya....