- Kau tahu? Hari pernikahan
kita adalah hari yang paling membahagiakan untukku. Sekarang pun aku merasa
bahagia. Semoga akan ada hari-hari bahagia selanjutnya. Hari ketika kita
bersama adalah hari yang membahagiakan bagiku. Kuharap kau pun merasakan itu.
-
Kebersamaan kita bukan berarti dunia milik kita berdua. Aku ingin kita menjaga
selaturahmi dengan sanak saudara dan teman-teman.
- Aku ingin
kita tidak sendiri menikmati bahagia kita. Aku ingin sering berbagi dengan
orang-orang disekitar kita. Dengan bapak ibuku, dengan bapak ibumu, dengan
adikku, dengan kakak adikmu, dengan sanak saudaraku, dengan sanak saudaramu,
dengan teman-temanku, dengan teman-temanmu, dengan tetangga, dengan mereka yang
membutuhkan.
- Aku ingin
kebersamaan kita membawa datangnya keceriaan, keriangan, dan kelucuan dari
makhluk kecil yang akan menambah ramai hari kita. Setiap hari kita akan
melihatnya bertumbuh. Kita akan menuntunnya untuk berjalan, melangkah, bersama.
- Aku ingin
anak-anak kita tumbuh dengan baik, menjadi anak yang santun tuturnya, baik
akhlaknya, luhur budinya. Orang tua adalah madrasah pertama sekaligus suri
tauladan bagi mereka. Sekolah dan lingkungan turut membentuk pribadi mereka.
Makanan yang mereka makan menjadi daging yang mempengaruhi kebaikan dan
kelembutan hatinya.
- Aku tahu
kita sama-sama manusia yang bisa berbuat salah, untuk itu mari kita saling
mengingatkan jika lalai dan selalu mendukung jika benar serta sama-sama kita
belajar jika tidak mengerti.
- Aku ingin
kesibukan ataupun jarak tidak menjadi alasan kita untuk saling menjauh dan
saling tidak memahami. Aku ingin kita selalu menjaga kebersamaan ini.
Aku
ingin kau membimbingku dengan baik, agar aku bisa membimbing anak-anak kita
dengan baik. Tanpa bimbinganmu, aku tidak tahu apa aku akan tetap melangkah
dengan benar. Aku selalu percaya bahwa kamu lah yang terbaik yang diberikan
Allah SWT untuk mendampingi hidupku. Aku pun ingin terus berusaha menjadi
pendamping yang baik untukmu dan juga ibu yang baik untuk anak-anakmu. Aku
ingin kamu selalu mengingat kita J
Kalimat
indah di atas adalah surat dari seorang wanita kepada seorang laki-laki yang
telah menjadikannya istri. Betapa berbahagianya seorang wanita saat rumahnya
kedatangan seosok laki-laki soleh yang dengan gagah berani meminangnya
dihadapan kedua orang tua si wanita. Karena pada saat itu pula seorang
laki-laki memproklamirkan dirinya sebagai laki-laki yang bertanggung jawab dan
berani menerima resiko. Berani bertanggung jawab ketika lamarannya diterima dan
berani berlapang dada ketika lamarannya ditolak. Berbeda dengan seorang
laki-laki yang mendekati wanita hanya untuk memacari, karena laki-laki soleh
tidak akan didapat dengan cara pacaran.
Aku
pernah memiliki pengalaman buruk yang teramat buruk. Sungguh aku malu dengan
Fatimah yang selalu menjaga kesucian hatinya hingga Ali menikahinya. Aku malu
karena pernah jatuh cinta tidak pada tempatnya. Dan aku malu karena pernah
mencemburui Allah sebagai sosok yang lebih dicintai oleh laki-laki itu daripada
aku. Aku sungguh berdosa. Astagfirullah...
Aku
pernah sekali pacaran. Aku kira pacaran itu indah, seperti di film-film. Hingga
aku tersungkur, dan akhirnya aku sadar. Pacaran membuat hatiku semakin kotor,
pacaran membuat kita hanya mengingat duniawi dan menghianati Tuhan. Bukankah
semua agama melarang pacaran? Dulu aku selalu bertanya-tanya, kenapa agamaku
melarang pacaran? Kini aku tahu sebabnya, karena agama memuliakan wanita,
menjaga dan melindungi wanita. Bukankah hanya pernikahan yang dapat
menghalalkan cinta? Maafkan aku Tuhan.
Cinta
yang merupakan fitrah manusia, islam mengaturnya agar cinta itu tetap suci.
Bahkan dua sejoli yang sedang berta’aruf pun bukan berarti lantas mereka boleh
saling mencintai. Mereka hanya diperkenankan saling mengenal sewajarnya untuk
kemudian mengambil keputusan berlanjut ke jenjang pernikahan, atau harus
diakhiri tanpa saling menyakiti. Aku pribadi meyakini, pernikahan yang baik
hanya akan didapat dengan cara yang baik pula.
Ah,
seandainya wanita itu adalah aku dan laki-laki soleh itu adalah suamiku. Betapa
berbahagianya aku. Masih pantaskah hamba yang berlumur dosa ini mengharapkan
kebaikan? Engkau selalu meyakinkan dengan dalil-dalilmu, bahwa Engkau sungguh
mencintai hamba-Mu yang bertaubat, bahwa laki-laki yang baik hanya untuk wanita
yang baik. Semestinya aku meyakini janji-Mu itu dengan cara bertaubat dan
memperbaiki diri.
Aku
tak ingin banyak berjanji. Tapi aku sungguh ingin menjadi istri yang baik bagi
seorang laki-laki soleh yang aku cintai. Bukankah islam itu sempurna? Islam
telah mengatur semuanya, termasuk cara memilih dan mengusahakan pasangan hidup
serta cara menjadi istri dan ibu yang baik.
Akan
sangat menyenangkan bisa berjalan berdampingan, saling menjaga keluarga untuk tetap
melangkah di jalan-Nya. Akan sangat menentramkan menghabiskan sepanjang sisa
hidup bersama seseorang yang semakin mendekatkan kita kepada Allah.
Aku
tak akan mengecewakanmu, laki-laki soleh yang menjadi pasangan hidupku. Aku
mengharap ridhamu, karena dengan ridhamu aku akan memperoleh ridha-Nya.
Jika
engkau laki-laki soleh, tak kunjung datang, mampukah aku menjadi seorang
Khadijah? Yang tegas kepada diri sendiri. Khadijah berani mengajukan diri untuk
dilamar Rasulullah, laki-laki yang baik akhlaknya. Karena jodoh adalah cerminan
diri, aku akan terus memperbaiki diri.
Tulisan ini diikutkan Giveaway Istri yang Baik
Trims sudah ikutan. Salam kenal yaa
ReplyDelete