Juli 2009 adalah pertama kalinya aku
menikmati dinginnya udara pada ketinggian diatas 3000 mdpl. Gunung Arjuna,
Gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa ini memiliki ketinggian 3.339 mdpl.
Perasaan senang sekaligus takut menghinggapi jiwaku, namun rasa takut
sekejap hilang karena aku bersama-sama dengan teman sekaligus dulur-dulur dari
berbagai kota yang dipertemukan di PLH SIKLUS ITS. Rasa lelah tentu saja sering
menghantui jiwa maupun raga sehingga butuh fisik sekaligus mental yang kuat
untuk dapat bertahan dan terus melangkah.
Kami mendaki malam hari lewat jalur
Tretes dan ngecamp di Kop-kopan sebelum esok paginya berangkat ke Pondokan.
Perjalanan melewati Pet Bocor dimana di tempat tersebut terdapat pos dan pipa
air minum. Sekitar pukul 20.00 WIB kita sampai di Kop-kopan. Di
kop-kopan ini kita dapat menjumpai warung kecil yang menjual teh hangat dan
mie, serta terdapat pula semacam tempat pembuangan air besar yang masih sangat
tradisional. Beberapa tenda milik pendaki lain telah tersusun rata di tempat
yang tidak begitu luas, dan kami mulai mencari tempat untuk memasang tenda.
Betapa rasa dingin menusuk tubuh seketika karena aktifitas mendaki sementara
dihentikan.
Pondokan penambang
belerang
Pertama
kalinya aku merasa sangat kedinginan yaitu saat beberapa menit sampai di
Pondokan. Ini pertama kalinya aku merasakan belaian angin gunung yang begitu brrr.... dingin. Di Pondokan
ini banyak rumah-rumah kecil yang terbuat dari gubuk yang merupakan tempat
tinggal penambang belerang. Pondokan ini merupakan persimpangan jalan menuju
Puncak Arjuno dan Puncak Welirang. Di daerah ini juga terdapat sumber air
serta tempat untuk buang air.
Di pondokan kami memasak soto ayam.
Emang niat banget. Tetapi sayang disayang, soto ayamnya tumpah separo saat mau
diangkat dari kompor.
Malam harinya si Indi dan si Meita
yang lebih berpengalaman naik gunung bercerita macam-macam mulai mistisnya
gunung sampai pasar setan yang ada di jalanan menuju puncak Arjuno. Pasar setan
yaitu semacam kampung setan yang mistis dan menjual berbagai macam barang
dengan harga murah. Konon katanya hanya orang tertentu yang dapat
melihatnya. Aku pun tak tahu apakah hal ini benar atau cuma mitos belaka.
Sebelum tidur kami bersepakat esok
hari berangkat pkl 04.00 WIB. Bayangan tentang pasar setan membuatku merinding.
Aku jadi malas bangun tidur cepat-cepat. Aku berdo’a supaya besok gak jadi
berangkat pkl 04.00 WIB melainkan berangkat bareng munculnya matahari. Biar
enggak ketemu pasar setan, pikirku.
Benar saja, kami berangkat pkl 07.00
WIB. Sebenarnya perjalanan dari pondokan ke puncak bisa ditempuh cukup dengan 4
jam. Tapi karena kebanyakan dari kami adalah pemula, kami baru sampai puncak
pada pkl 14.00 WIB.
Lembah Kidang
Selama perjalanan kami melewati Lembah
Kidang yang merupakan padang rumput luas. Konon banyak terdapat kijang di
lembah ini, namun kami tidak melihatnya. Selama perjalanan di Arjuno kami hanya
melihat burung Anis dan ayam hutan.
Di Lembah Kidang ini terdapat sumber
air yang merupakan sumber air terakhir selama perjalanan ke puncak. Jadi
setelah ini, kami benar-benar harus menghemat air dan memperkirakan jumlah air
yang akan dibawa. Setelah melewati Lembah Kidang, kami melewati daerah yang
mirip dengan lembah kidang namun terdapat banyak bebatuan. Tempat inilah yang
disebut pasar setan.
Dalam perjalanan menuju Puncak Arjuno,
kami bertemu dengan beberapa bule yang turun maupun naik ke puncak. Diantaranya
bule diantar beberapa porter dan guide yang tampilan rambutnya gondrong dan
gimbal. Kami juga bersisipan dengan mahasiswa Geomatika UI yang tergabung dalam
organisasi GMC (Geographical Mountaineering Club).
Salah satu teman kami sibuk memetik
bunga yang bisa dijangkau disekitar jalan yang kami lalui meskipun dalam jumlah
sedikit. Namun saat mendengar ketua GMC menasihati salah satu anggotanya saat
memungut bunga edelweiss yang udah mati, kami merasa tertohok. Kami ini
Pencinta Lingkungan Hidup bro, masak kalah sama GMC. Ah nggak ada menang atau
kalah ding, kami semua pendaki harus menjaga kelestarian alam. Setelah kejadian
itu, temanku mulai sadar dan membuang kembali bunga-bunga itu, syukurlah. Aku
memakluminya karena kami pemula. Ini juga pertama kalinya aku benar-benar
memaknai kode etik pecinta alam. Hampir semua orang yang pernah berkegiatan di
alam bebas pasti tau. Dilarang meninggalkan sesuatu kecuali jejak, dilarang
mengambil sesuatu kecuali foto, dan dilarang membunuh sesuatu kecuali waktu.
Rombongan GMC juga baik hati. Mereka
membagi minuman dan kue untuk kami. Saat kehausan di jalan, minuman itu sangat
membantu. Ah sesama pendaki emang sudah seharusnya saling membantu. Kami gak
jadi KO karena depresi, eh dehidrasi. Saat itu kami tidak membawa perbekalan
dengan rata. Kami hanya membawa 2 tas ransel berisi makanan, minuman, headlamp,
dan jas hujan. Kami yang muncak ada 9 orang dan terkadang kami tidak berjalan
bareng, ada yang jauh tertinggal dan ada yang jauh di depan. Ini kesalahan
besar. Seharusnya masing-masing dari kami membawa satu tas kecil berisi
makanan, minuman, headlamp dan jas hujan untuk menghindari sesuatu yang tidak
diinginkan, misalnya tersesat atau ketinggalan dari rombongan. Gak seru kan
kalo kita tertinggal jauh dari teman yang membawa makanan dan minuman dan kita
tidak membawa perbekalan apa-apa, bisa lemes kita. Meita pun lemes dan muntah2,
akhirnya dia diantar mas Iteng turun ke Pondokan.
Mas
Iteng adalah yang paling dituakan disini. Dialah yang menasehati kami
macam-macam. Mulai cara menata perbekalan dan bahan-bahan makanan agar rapi dan
tidak busuk, juga cara berhemat air dan tissue.
Benar-benar ramah lingkungan dah. Ada sedikit rasa bersalah karena sebelumnya
aku sering membuang sampah sembarangan, boros memakai air, listrik, bla bla
bla.
Puncak Arjuna 2.600 mdpl
Hwaaaa, pertama kalinya aku merasakan
puncak, menghirup udara paling segar. Aku bagai berada di negeri di atas awan J. Terbayar sudah segala rasa
lelah yang sedari tadi menghinggapi. Betapa gunung adalah tempat dimana kita
dapat menemukan diri kita sendiri, melatih kita untuk bersabar, mendekatkan pada
alam dan penciptanya.
Puncak Arjuno merupakan puncak
trianggulasi dimana terdapat tiga puncak dan satu diantaranya puncak paling
tinggi yang merupakan pncak sebenarnya. Puncak Arjuno terdiri dari bebatuan
dan vegetasi tanaman mulai hilang. Saat di Puncak kita harus berhati-hati
karena di tepi bebatuan merupakan tebing dan kita bisa terjatuh bila
terlalu menepi.
Turun dari puncak, kami sempat
nyasar. Mana hari udah gelap. Untungnya mas Patkai yang daritadi bertugas
menjaga tenda menyusul kami.
Keesokan harinya kami mendaki lagi
ke puncak Welirang. Tapi aku gak ikut. Kemarin saja aku sudah ngos-ngosan. Udah
gak kuat lagi aku, aku menyerah. Akhirnya aku, mas Iteng dan Meita hanya
masak-masak saja di Pondokan. Kata Meita, di Pondokan ini sering ada orang yang
nyuri makanan. Benar saja, ada orang minta makanan, aku kasih roti tawar satu
bungkus eh gak cuma dimakan secukupnya malah di makan semua. Kemarin juga sisa
ayam rebus yang belum diiris dan dibuat soto ilang gak berbekas. Gak boleh
berburuk sangka tapi harus tetap waspada, uyeea.
Masih
banyak pendaki yang meninggalkan sampah di berbagai persinggahan mereka seperti
di Kop-kopan, Pondokan, maupun dalam perjalanan mereka, namun tak sedikit pula
yang membawa sampahnya kembali saat turun gunung. Tentunya kita dapat mengerti
dan melakukan tindakan mana yang baik. Siapa yang akan membersihkan sampah kita
nantinya jika kita meninggalkan sampah begitu saja di gunung?.
Pas mau turun terjadi hal konyol.
Tempat tenda kami mulai terkena panas matahari sehingga kami pindah ke tempat yang agak ke
atas. Si Cipto malah iseng bilang pada Putri dan mbak Erfina bahwa kami sudah
turun meninggalkan mereka. Eh mereka beneran turun. Akhirnya Patkay dan Cipto
harus membawa dua tas mereka. Hadeehhhh, mereka kena aja dibohongi. Ada-ada
saja.