Biasanya aku
bersama teman-teman mendaki gunung dengan melewati jalur yang telah ada. Ilmu
Navigasi darat hanya diperlukan pada saat-saat tertentu saja, misalkan ketika
tersesat. Namun kali ini Aku bersama Team yang terdiri dari sembilan orang
melakukan pendakian dengan melewati jalur yang berbeda. Kami harus mempelajari
peta tempat yang akan kami lalui terlebih dahulu, menentukan titik-titik
koordinat yang akan kami lalui, menentukan sudut-sudut belok, dll. Dan akhirnya
perjalanan itu pun tiba. Disaat kami melewati jalan yang belum kami ketahui
sebelumnya dan tanpa seorang pendaki atau penduduk pun bisa kami temui.
Sepanjang perjalanan kami penuh dengan kejutan oleh pemandangan yang
menakjubkan dan pengalaman seru.
Sayup-sayup terdengar
lagu dari ponsel yang waktu itu masih bisa dinyalakan. “Berbagi waktu dengan
alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya, hakikat manusia.” Lagu ini
tak asing lagi bagi kami, para pemuda – pemudi yang hobi naik gunung dan
kegiatan alam bebas lain. Lagu yang dinyanyikan Erros SO7 feat Okta sebagai
soundtrack film Gie menemani makan malam kami di tempat gelap nan rindang ini.
“Akan aku telusuri jalan
yg setapak ini semoga kutemukan jawaban, jawaban, jawaban, oh oh oh.” Ya, kami sembilan rombongan
mahasiswa dari Surabaya sedang melakukan perjalanan di tempat yang tidak kami
ketahui sebelumnya, di daerah yang tak terjamah manusia, hanya berbekal nyali.
Kami bersembilan menghabiskan malam, beralaskan bumi dan beratapkan langit,
dengan penerangan cahaya bulan dan bintang secukupnya.
Ups, ralat!! berbekal
nyali saja tidak cukup untuk melakukan perjalanan di alam bebas, terutama di
hutan dan pegunungan. Banyak bekal yang harus dipersiapkan untuk menghindari
kecelakaan karena human error, perlu ilmu khusus untuk mempelajarinya, yaitu
Teknik Hidup Alam Bebas serta Ilmu Medan dan Membaca Peta atau dikenal juga
dengan istilah Navigasi Darat.
Dua bulan sebelum
keberangkatan, kami telah melakukan persiapan, mempelajari materi dan latihan
fisik secara rutin dua kali dalam satu minggu. Tentu saja latihan ini tidak
berjalan begitu saja dengan mulus. Banyak rintangan mulai dari rasa lelah,
bosan, padatnya tugas kuliah, dll. Berbekal keinginan kuat untuk bisa meraih
ambisi, akhirnya kami berusaha melawan rintangan tersebut, berusaha mengatur
waktu sebaiknya, dan berusaha memperkuat kekompakan satu team dengan saling
menyemangati.
Menuju titik start (Gunung Pundak) Membaca peta
topografi
Kami memulai perjalanan
dengan titik start di sekitar Gunung Pundak. Puncaknya terdiri dari pepohonan
yang lebat namun terdapat tempat yang cukup luas untuk mendirikan tenda.
Disanalah kami bermalam dan mengumpulkan sejumlah tenaga. Kami memulai
perjalanan dengan menggunakan dua senjata andalan kami, peta dan kompas.
Memasak di puncak Pundak
Kami mulai dengan
menentukan titik-titik koordinat, menentukan sudut-sudut perjalanan, menembak
sudut menggunakan kompas, kemudian mulai melangkah selangkah demi selangkah
mengikuti arah jarukm kompas. Kami belum pernah melewati jalan-jalan itu
sebelumnya, bahkan tidak ada pendaki lain yang kami temui sepanjang perjalanan.
Namun kami yakin, dengan ilmu navigasi darat yang telah kami pelajari, kami
akan selamat sampai tujuan.
Terdapat motto yang
harus dipatuhi dalam setiap perjalanan, yaitu “Dilarang mengambil sesuatu
selain foto, dilarang meninggalkan sesuatu selain jejak, dan dilarang membunuh
sesuatu selain waktu”. Tentu saja kami mematuhi aturan itu agar alam tetap lestari.
Kami membuka jalur baru, bukan berarti kami menebang pohon-pohon yang kami
lewati, karena kami punya etika. Kami hanya membuka jalur sementara, bukan
permanen. Kami juga membawa turun kembali sampah-sampah yang kami hasilkan
selama beraktifitas di hutan.
Membidik dari atas
batu besar
Medan yang kami temui pertama kali
adalah barisan alang-alang di sebuah bukit dan lembah yang memisahkan kami dari
bukit di seberang. Terkadang kabut menghalangi pandangan, namun kami terus
bersabar hingga kabut tipis itu perlahan hilang. Kami sangat lega setelah
sampai di bukit seberang, namun perjalanan belum usai, kami harus menyeberang
lagi, dan lagi. Sepenjang hari yang kami lakukan adalah terus membidik dan
melangkah, berjumpa dengan berbagai hal baru dan pemandangan baru, mulai dari
bebatuan yang amat besar menambah keindahan bukit itu, serta lumut kerak yang
tumbuh tanpa gangguan polusi udara. Sungguh nikmat rasanya.
Puncak
Pringgodani Background
Gunung Pananggungan
Perjalanan yang akan kami
tempuh selanjutnya adalah Gunung Pringgodani. Sebuah bukit yang bervegetasi
alang-alang dan pohon cemara yang hampir kering dan roboh karena teriknya
matahari. Kami agak panik dan sedikit takut. Angin di puncak ini sangat
kencang, hawanya pun sangat dingin, sementara kami harus bermalam disini.
Secepat mungkin kami mendirikan tenda sambil melawan angin yang
mengibas-ibaskan segala perlengkapan yang kami bawa. Sebagian lagi menyiapkan
makan malam dan minuman hangat.
Setelah kenyang
menyantap makanan ala kadarnya, kami bergegas untuk beristirahat dan
menghangatkan badan di tenda. Betapa ini malam yang membuatku tidak bisa tidur
karena imajinasiku terus melayang. Aku ketakutan, angin kencang membuat tenda
kami bergoyang. Aku sungguh takut kalau-kalau pohon cemara itu roboh dan
menimpa tenda kami. Aku sungguh takut kalau-kalau angin malam itu berhasil
membawa terbang tenda kami. Alhamdulillah kekhawatiranku tidak terjadi. Tenda
kami masih utuh, dan kami masih bisa bernafas dan sarapan pagi keesokan harinya.
Memasak bersama di
Puncak Pringgodani
Masalah timbul lagi,
persediaan air kami menipis dan kami memutuskan untuk sehemat mungkin
menggunakan air sampai menemukan sumber air berikutnya. Untunglah tak lama
kemudian beberapa dari kami pergi dan berhasil membawa berliter-liter air.
Terdapat tandon air di sekitar tempat ini rupanya. Kami bersiap melanjutkan
perjalanan dengan hati tenang setelah sebelumnya kami melakukan pengamatan
burung dan mendapati sejumlah burung yang Aku sendiri agak lupa apa saja jenis
spesiesnya.
Yang paling Aku ingat
adalah elang jawa yang sedang terbang menjulang, walet yang terbang dengan
terseok-seok, sejenis burung emprit, dll. Bagi kalian yang hobi bird watching,
lokasi di daerah sekitar hutan Mojokerto, Trawas ini cocok sebagai rekomendasi
tempat indah dan mudah didaki dengan keanekaragaman burung yang belum banyak
diteliti.
Analisis Vegetasi Beraktivitas di atas bebatuan
Lokasi tujuan kami selanjutnya adalah
G. Seloungkal yang merupakan titik finish perjalanan kami. Kami terus mendaki
di daerah dengan kelandaian yang lumayan agak miring atau curam dengan vegetasi
alang-alang dan bebatuan. Kami kesulitan menemukan tempat untuk bermalam hingga
akhirnya kami bermalam di daerah dengan pepohonan yang hampir roboh beralaskan
tanah yang tidak rata karena terdapat bebatuan di atasnya. Beruntung angin
tidak begitu kencang sehingga kami agak tenang. Selanjutnya kami melanjutkan
perjalanan dengan memasuki hutan yang lumayan lebat. Kami melakukan analisis
vegetasi dan pengamatan burung (bird watching) disana.
Background G. Pananggungan
Lokasi penjelajahan
kami hanya berupa barisan bukit dan lembah dengan ketinggian maksimal yang kita
daki sekitar 1900 mdpl. Ternyata ketinggian tersebut cukup membuat kami
kedinginan dan terbuai dengan keindahan ilalang dengan background Gunung
Pananggungan dan lampu kota. Tidak hanya itu, setiap hari kami dikejutkan
dengan pemandangan alam baru yang amat menakjubkan. Subhanallah Kami sangat
beruntung bisa melihat dan menikmati keindahan tersebut. Sesekali kami membuat
api unggun dan mengobrol sampai larut sambil memandang bintang di langit.
Bintang-bintang itu terasa lebih dekat untuk kami raih. Kami terus berbincang
hingga malam semakin larut, dan waktu membuat kami terlelap.
Meskipun sangat menikmati perjalanan
ini, sebenarnya kami merasa agak cemas. Hari ini seharusnya kami telah mencapai
titik finish. “Pasti teman-teman di Surabaya mencemaskan kita” pikir kami.
Sebisa mungkin kami mencoba tetap tenang. Kami memperhitungkan persediaan
makanan yang masih tersisa dan berhemat sebisa mungkin. Kami agak cemas
kalau-kalau ternyata jalur perjalanan kami salah alias nyasar. Namun kami terus
meyakinkan diri dengan terus mengikuti arah bidikan kompas.
Menentukan arah dengan bidikan kompas
Setelah enam hari berada di hutan,
akhirnya hari itu tiba. Meskipun hidup di hutan yang jauh dari keramaian adalah
hal menyenangkan bagi kami, namun kehidupan di kota membuat kami rindu. Rindu
akan orang-orang yang kami sayangi, rindu makanan enak dan kasur yang empuk.
Ini tidak bisa dipungkiri, oleh siapapun. Akhirnya kami mendekati titik finish.
Sebelum mencapai puncak Seloungkal, kami melewati lembah dengan vegetasi
alang-alang dan beberapa pepohonan dengan tekstur khas.
Sebelum puncak Seloungkal Beristirahat diantara alang-alang
Matahari senja yang
memantulkan cahaya jingga menambah keindahannya. “Subhanallah, apakah ada
tempat seindah ini selain syurga?” batinku dalam hati. Aku tidak menyangka
masih ada tempat indah di dunia ini yang tak terjamah. Kami beristirahat
sejenak melepas dahaga sambil menikmati keindahan lembah itu. Aku yakin, tempat
ini sangat jarang dikunjungi bahkan oleh penduduk. Terlihat dari setapaknya
yang sudah agak menghilang dan ditumbuhi rumput liar.
Menuju Seloungkal Setapak turun dari
Seloungkal
Kami agak kesulitan
menemukan jalan menuju Gunung Seloungkal, namun karena kesabaran dan kegigihan
akhirnya tempat itu berhasil kami temukan. Kami berfoto ria sebentar di puncaknya
kemudian segera turun menjauhi tempat itu. Kami lega setelah menemukan
keramaian kembali. Kembali bertemu dan bersosialisasi dengan penduduk lain.
Meskipun kami senang telah kembali berada di antara keramaian penduduk, kami
akan sangat merindukan saat-saat berkenalan dengan alam, saat-saat pendekatan
dengan alam.
Perjalanan ini
sebenarnya bukan benar-benar perjalanan yang kami impikan. Ini hanyalah latihan
sebelum kami melakukan perjalanan sebenarnya. Namun perjalanan yang sebenarnya
kami impikan itu belum terwujud hingga sekarang. Aku harap perjalanan itu akan
terwujud suatu saat nanti. Aku mulai mencoretkan sebuah puisi di sebuah
lembaran kertas. Puisi ini Aku dedikasikan untuk sembilan saudara yang Aku
rindukan, sembilan saudara yang pernah melangkah bersama membunuh waktu,
sembilan saudara pemilik mimpi yag tertunda.
Kebersamaan
dalam Sunyi
Waktu itu kita bersama
Bersama menentukan arah
Bersama menapaki lembah
Bersama meraih angan
Dalam satu tujuan bersama
Tenda kuninglah saksi bisu
Riuh canda tawa penuh harap
Meramaikan malam dingin nan sunyi
Mengukir kisah tuk dikenang
Perlahan kabut menepi
Menyisakan basah di ilalang
Senja menambah degradasi jingga
Menyaksikan manisnya kebersamaan
Kebersamaan meleburkan ketakutan
Bibir-bibir mulai tersenyum lega
Saat kaki mulai melangkah
Menjauh dari rumput-rumputmu
Namun, setiap waktu ku akan merindumu
Pundak-Pringgodani-Seloungkal at Juni 2010
Akankah kebersamaaan itu terulang?
Tempat impian yang menjadi harapan
Akankah kita wujudkan mimpi itu?
Dalam kebersamaan lagi...
Perjalanan
usai (Puncak Seloungkal)
No comments:
Post a Comment